Cerita Romantis Kasih Sayang Ibu -->

Cerita Romantis Kasih Sayang Ibu

MandalikaPost.com
Sunday, March 5, 2023


Mawar naik dan menduduki anaknya itu. Baju gamisnya terangkat, kepalanya menengadah. Ratno merasa mulai menyatu perlahan dengan ibunya. Hubungan terlarang itu pun terjadi.


-- Cerita Romantis --


Perceraian dan keluarga broken home bukan hanya bisa berpengaruh pada kondisi ekonomi para wanita, tapi juga akan berdampak pada psikologis anak.


Kisah ini terjadi pada Mawar, nama samaran, janda berusia 40 tahun. Setelah belasan tahun bercerai dengan Rinto sang suami yang kawin lagi. Mawar berjibaku dan berjuang mandiri untuk membesarkan Ratno sang buah hati.






Saat muda, Mawar adalah bunga desa. Wajahnya cantik berkulit putih, badannya pun sangat indah. Tapi, bunga desa jadi layu setelah mendapatkan kumbang yang salah.


Mawar dijodohkan orangtuanya dengan Rinto, anak juragan Mahir yang kaya di desanya. Di usia 19 tahun Mawar pun menikah dengan Rinto, hingga lahirlah Ratno, anak lelaki mereka.


Tapi Rinto memang pemuda yang mata keranjang. Saat Ratno berusia 2 tahun, Rinti main gila dan kawin lagi dengan kembang desa dari seberang. Mawar sakit hati dan minta cerai.





Sejak saat itu Mawar pun merantau ke Kota, dengan membawa Ratno, anak semata wayangnya. Dia ingin membuktikan bahwa wanita juga bisa mandiri.


Saat awal di Kota, Mawar memang sempat kesusahan. Merintis usaha jualan jajanan dengan modal pas-pasan dari orang tuanya, dia harus jatuh bangun. Meski  pada akhirnya bisa sukses.


Kini Mawar memiliki sebuah gerai kue cukup besar dan mempekerjakan beberapa karyawan. Kehidupannya sudah sangat berkecukupan, meski menjadi single parent.


Ratno pun tumbuh beranjak dewasa dibawah asuhan Mawar. Kini Ratno berusia 18 tahun, baru lulus SMA dan sedang mendaftar untuk masuk kuliah di perguruan tinggi ternama.





"Tapi bu, kalau Nanok kuliah di Kota M, nanti jauh dari ibu. Terus siapa yang perhatikan ibu?, mending Nanok kuliah di kota ini aja bu," kata Ratno pada Mawar.


Ratno memang dipanggil Nanok oleh Mawar, itu panggilan kesayangan, sekaligus agar dia bisa melupakan Rinto, ayah Ratno. Mawar diam menatap anaknya itu.


"Ih, anak ibu sayang, perhatian banget. Kan ntar Nanok bisa pulang sebulan sekali. Yang penting ilmunya Nok," jawab Mawar sambil memeluk kepala Nanok yang duduk di ruang tengah.


Di mata Ratno, Mawar adalah wanita sempurna yang tangguh. Di usia ke 40-nya, Mawar masih nampak cantik. Walau tubuh Mawar lebih melar, tapi kesannya justru seksi dan semok.


Baju gamis panjang dan hijab yang dipakai Mawar, semakin menambah kecantikannya bagi Ratno. Dipandangi wajah ibunya, lalu membalas pelukan Mawar itu. 


Ibu dan anak ini seakan tak ingin berjauhan satu sama lain. Mereka sudah terbiasa bersama, belasan tahun menjalani suka dan duka, hingga saat ini Mawar punya usaha sukses begini.





Bagi Mawar, Ratno adalah harta satu-satunya yang harus dijaga. Dia pun tak bisa jauh dari Ratno, anak yang selama ini sangat memperhatikannya. Bagi Ratno, Mawar adalah segalanya.


Boleh dibilang, kedekatan itu membuat pola pikir Ratno agak menyimpang. Di usia 18 yang seharusnya Ratno mulai naksir dengan cewek dan punya pacar, tapi dia memilih jomblo.


Ratno merasa menghianati ibunya, jika pacaran dengan cewek lain. Kadang terbersit di hatinya, seandainya memiliki kekasih seperti Mawar, pasti sangat bahagia dirinya.


Obrolan mereka tentang rencana kuliah Ratno di Kota M, berlangsung cukup panjang. Mereka ngobrol di sofa ruang tengah, dengan sangat seriusnya, malah mengandung bawang, ada airmata juga.





Bi Darsih pembantu mereka sesekali embuat kan minuman hangat. Ikut nguping sebentar, lalu balik lagi ke belakang, ngurusin kerjaannya yang belum selesai.


"Nanti kalau sudah kuliah di Kota M, Nanok kan bisa ketemu banyak teman baru. Cewek cantik juga banyak, biar Nanok punya pacar, ya?," rayu Mawar menguatkan hati anaknya.


Ratno makin merajuk, dipeluknya lebih erat ibunya itu. Dia pun mengusulkan syarat sebelum pergi ke Kota M. Karena pendaftaran kuliah masih satu bulan lagi lamanya.


"Iya, tapi selama belum berangkat bulan depan. Satu bulan ini Nanok mau boboknya sama ibuk," rajuk Ratno. Mawar tersenyum geli melihat tingkah anaknya yang manja itu.


Sejak kecil Ratno memang dimanja Mawar karena anak semata wayang. Mereka juga tidur bersama hingga Ratno mulai masuk SMP. Ratno mulai remaja dan harus tidur di kamar sendiri.


Tapi untuk berjauhan sampai beda kota, jelas tidak pernah. Malah waktu Ratno masuk SMA dan Mawar mendaftarkannya di SMA yang lebih maju di Kota tetangga, Mawar malah tersiksa.





Mawar sampai pernah jatuh sakit memikirkan anaknya saat itu, sehingga Ratno pun pindah sekolah kembali ke SMA di kotanya. Ini yang membuat mereka berat untuk berpisah, di saat Ratno harus kuliah di Kota M.


"Huh.. mau kuliah malah manjanya minta ampun," kata Mawar mencubit pipi Ratno. Dia pun mengangguk tanda setuju dengan permintaan anaknya itu.


--Seminggu Kemudian--


Malam itu sudah malam ke empat dimana Ratno tidur bersama Mawar, ibunya. Mereka nampak bahagia dan melepas kerinduan ibu dan anak, sebelum Ratno pergi bulan depan.


Tiga malam sebelumnya, Mawar tak melihat atau merasakan yang aneh dari anaknya itu. Tapi di malam ke empat ini, entah kenapa Mawar merasa ada beda dan lain baginya.


Mawar terbangun saat merasa ada sentuhan lembut di bagain belakangnya. Saat itu Ratno tidur nampak pulas sambil memeluknya seperti guling, sementara Mawar membelakangi anaknya itu.


"Eh.. Nok, hmm.. " Mawar berbalik dan melihat Ratno lelap sekali. Ia pun kembali berbaring dan membiarkan tangan Ratno kembali memeluknya. Ada rasa nyaman memang tidur seoerti itu bagi Mawar.


Sejak malam pertama tidur dengan ibunya, Ratno memang sengaja terus memeluk Ibunya. Di hatinya merasa akan sangat kehilangan ibunya itu, kalau nanti sudah kuliah jauh.








Tapi sejak malam pertama itu juga, pikiran Ratno berkecamuk. Setiap kali bersama Mawar, Ratno merasa getaran aneh yang membuat jiwa mudanya bergejolak.


Dia sangat kaget waktu Mawar terbangun, karena sebenarnya saat itu Ratno sedang mengelus lembut tubuh ibunya. Beberapa saat kemudian Ratno memicingkan matanya, memastikan Mawar sudah kembali pulas.


"Hmmm.. ibu," gumam Ratno mempererat pelukannya ke Mawar. Melihat ibunya sudah pulas, Ratno kembali melakukan aksinya. Tangannya perlahan mengusap lagi.


Ratno terus menjalari ibunya yang masih tidur. Mawar memang tidur menggunakan baju gamis dan tak melepas hijabnya. Tapi lekukannya tetap bisa dirasakan Ratno.


Mawar merasakan kehangatan mulai menjalari tubuhnya. Sebenarnya ia sudah terbangun sejak merasakan ada elusan Ratno. Tapi, tetap pura-pura tidur. Mawar penasaran apa yang akan dilakukan Ratno.


Dia ingin menolak perlakukan Ratno. Tapi di sisi lain dia merasa lega, karena ternyata anaknya itu tidak memiliki kelainan, dan tetap suka dengan wanita. Sehingga ia pun membiarkan perlakukan anaknya itu padanya. Biarkan saja, asal nggak kelewat batas, begitu pikirnya.


Tapi Mawar salah. Dengan dia tetap berpura-pura tidur pulas, Ratno makin berani lagi. Ratno menarik Mawar perlahan sekali, agar ibunya itu berbaring normal tak membelakanginya lagi.







"Hmm cantik sekali bu," bisik Ratno lembut di telinga Mawar. Mawar menahan geli saat nafas Ratno menyapu telinganya, dia sampai merinding, tapi tetap terpejam, pura-pura tidur lelap.


Tangan Ratno mengelus lembut perut Mawar, lalu menarik sedikit demi sedikit gamis Mawar sehingga bagian bawahnya terangkat. Kini Ratno benar-benar membuai angan ibunya.


Sembari terpejam, Mawar mulai berdebar. Dia ingin segera bangun agar Ratno berhenti. Tapi entahlah, buaian Ratno membuat tubuhnya seperti meminta untuk  dimanjakan dengan lebih dan lebih.


Suasana kamar yang remang malam itu, membuat Mawar tetap pura-pura terlelap. Mawar sudah mulai terbawa arus suasana akibat ulah Ratno yang semakin berani.


"Emphhh..," Mawar tak kuasa saat Ratno mulai menuntunnya semakin jauh. Dia bingung memilih harus bangun atau tetap pura-pura tidur lelap. Saat masih berpikir, Ratno sudah lebih dulu menanjak ke perbukitan yang terpampang indah.


"Hmmm cantiknya ibu..," Ratno kembali bergumam lirih. Dia yakin ibunya sedang bermimpi indah, karena saat diperlakukan begitu Mawar sama sekali tak memberikan reaksi.


Cukup lama dipandangi wajah ibunya, dan sejenak menghentikan aktivitasnya. Dia menunggu ibunya makin lelap. Sementara Mawar, makin bingung dengan jeda yang diberikan Ratno.


Perlakuan anaknya sudah membuat hayalannya melambung tinggi. Apalagi sejak bercerai dengan Rinto, ayah Ratno belasan tahun yang lalu, Mawar sama sekali tak pernah disentuh. Dia masih memendam keinginan itu.


Sakit hatinya pada Rinto membuat Mawar menutup diri dari laki-laki. Meski banyak yang mendekatinya, menyatakan cinta dan hendak menikahinya, Mawar tetap bertahan dan menolak.


Tapi malam ini, justru buaian anaknya membuat dirinya merindukan semua itu. Hatinya pun menekan agar cukup sampai disini, tapi api wanitanya meminta untuk segera dinyalakan, Mawar sudah membara.


Ratno mengelus dahi Mawar dan merapikan rambut depan ibunya ke balik hijab. Bagai bidadari ibunya malam itu. Di keremangan cahaya, dia juga melihat gamis yang terangkat.


Ratno sudah gelap mata akibat darah mudanya yang bergejolak. Kawasan bukit indah yang selalu menjadi tempat bermain waktu kecil dulu, kini kembali dijelajahinya, namun dengan tingkah dan perasaan yang berbeda. 


"Enghh," Mawar sedikit menggeliat, saat Ratno kembali menuntutnya ikut menanjak dan kembali melambung tinggi. Gerakan Mawar tanpa disadari membuka akses lebih untuk Ratno. 


Ratno merasa ibunya benar-benar sedang pulas, dan sedang bermimpi indah sehingga sangat terlelap. Dia semakin berani lebih jauh lagi membuai ibunya itu.







Pemanasan yang sangat ideal dilakukannya tahap demi tahap dengan sangat pelan, agar tak membangunkan ibunya. Sampai pada titik di mana Mawar sudah bisa diajak  melakukan senam malam yang sebenarnya. 


Mawar pun semakin larut terbawa arus keindahan buaian Ratno. Dia menyadari posisinya saat ini seperti berada di jurang ketinggian, sementara Ratno sudah menemukan lembah sejuk dengan belahan sungai yang mengalir indah. Nafas Mawar mulai berat, sesekali tertahan.


Malam itu, Ratno pun membawa Mawar ke dalam perjalanan yang penuh kenangan. Senam malam itu membuat Mawar benar-benar larut dan melambung tinggi, hingga beberapa saat kemudian, akhirnya ia membumi lagi. Tubuhnya bergetar hebat, merasakan kehangatan yang indah. 


"Hmmm, ibu.. Nanok sayang banget bu," bisik Ratno sambil membelai Mawar.
 

"Enghh..," Mawar menggeliat ringan, matanya memang masih terpejam, pura-pura tidur. 


Ratno merasakan keindahan duniawi untuk pertama kalinya. Mawar terlihat makin cantik baginya dalam kondisi seperti itu. Gerakan senam bersama keduanya juga sangat intens dan serasi.


Hubungan terlarang sudah terjadi. Mawar memberikan pengalaman pertama untuk anaknya. Sementara Ratno berhasil membawa Mawar menemukan titik keindahan yang selama ini hilang.


Pagi harinya. Mawar menemani Ratno sarapan, sebelum dia berangkat ke gerai kue miliknya. Dia berusaha seolah tak terjadi apa, apa. Apalagi ada Bi Darsih juga menemani.


"Makan yang banyak Nok. Biar bertenaga," kata Mawar menyendokan dadar telur lagi untuk anaknya. Masih jelas ingatannya, bagaimana kejadian semalam itu.


Ratno yang dengan pelan kembali membenahi gamis miliknya yang berantakan. Membersihkan semua dengan tissue, dan kembali mendengkur di sampingnya.


"Ehh.. iya ibu sayang, ni kan udah banyak makannya," kata Ratno. Masih diingatnya bagaimana ibunya menjadi wanita pertama yang berhasil mengambil kebanggaan perjakanya.

   
BERSAMBUNG


DISCLAIMER :

Rubrik Kisah Kehidupan adalah ruang berbagi cerita kehidupan dan cerita romantis yang diangkat dari kisah nyata kehidupan sehari-hari. Hanya sekedar berbagai sebagai pengalaman hidup semata. Nama dan lokasi sengaja disamarkan, mohon maaf jika ada kesamaan nama dan alur kisah dalam artikel Cerita Romantis ini.